KOGTIK dan HUT PGRI ke-80, HGN 2025, TPG, dan Bencana Sumatera: Momentum Menguatkan Guru di Era Transformasi Digital

Umum Draft

KOGTIK & HUT PGRI ke-80, HGN 2025, TPG, dan Bencana Sumatera: Momentum Menguatkan Guru di Era Transformasi Digital Perayaan HUT PGRI ke-80 dan Hari Guru Nasional (HGN) 2025...

KOGTIK dan HUT PGRI ke-80, HGN 2025, TPG, dan Bencana Sumatera: Momentum Menguatkan Guru di Era Transformasi Digital
Umum Draft Admin 18 views

KOGTIK dan HUT PGRI ke-80, HGN 2025, TPG, dan Bencana Sumatera: Momentum Menguatkan Guru di Era Transformasi Digital

KOGTIK & HUT PGRI ke-80, HGN 2025, TPG, dan Bencana Sumatera: Momentum Menguatkan Guru di Era Transformasi Digital


Perayaan HUT PGRI ke-80 dan Hari Guru Nasional (HGN) 2025 berlangsung di tengah situasi bangsa yang penuh tantangan. Di satu sisi, Indonesia sedang memasuki era percepatan digital yang menuntut guru—terutama guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)—untuk terus beradaptasi dan meningkatkan kompetensi. Namun di sisi lain, bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera mengingatkan bahwa pendidikan tidak hanya ditopang oleh teknologi, tetapi juga oleh ketangguhan guru sebagai penjaga peradaban.

Melalui momentum perayaan ini, PGRI, pemerintah, dan komunitas pendidikan seperti KOGTIK (Komunitas Guru TIK dan KKA Indonesia) diharapkan mampu memperkuat solidaritas sekaligus menyusun langkah strategis untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi guru.


PGRI 80 Tahun: Konsistensi Perjuangan dan Tantangan Baru

Pada usianya yang ke-80 tahun, PGRI kembali mempertegas dedikasinya dalam memperjuangkan kesejahteraan, martabat, dan perlindungan bagi guru di seluruh Indonesia. Sepanjang sejarahnya, PGRI telah menjadi garda terdepan ketika guru mengalami kriminalisasi, ketidakadilan birokrasi, hingga tekanan sosial.

Namun, tantangan guru di era digital sangat berbeda dengan masa sebelumnya. Guru tidak hanya dituntut mampu mengajar, tetapi juga memahami literasi digital, keamanan siber, kecerdasan artifisial (AI), etika teknologi, dan transformasi pembelajaran berbasis data. Hal ini terutama dirasakan oleh para guru TIK dan guru Informatika yang kini memegang peran strategis dalam menyiapkan siswa menghadapi masa depan.

Di tengah tuntutan besar tersebut, guru tetap membutuhkan kepastian: kepastian kesejahteraan, jaminan perlindungan profesi, dan akses peningkatan kompetensi yang merata.


Refleksi HGN 2025: Guru TIK Semakin Dibutuhkan di Era AI

Pada peringatan HGN 2025 di Indonesia Arena, Senayan, hadir berbagai tokoh nasional dan perwakilan organisasi profesi, termasuk Omjay (Dr. Wijaya Kusumah) sebagai Ketua KOGTIK dan KKA Indonesia serta Eko Adi Saputro sebagai Sekjen KOGTIK. Kehadiran guru TIK dalam perayaan nasional tersebut menegaskan bahwa profesi ini tidak lagi dipandang sebelah mata.

Di era kecerdasan artifisial, guru TIK berperan sebagai navigator teknologi yang membantu sekolah mengintegrasikan pembelajaran digital secara aman dan efektif. Mulai dari literasi digital dasar, coding, keamanan data, sampai penggunaan AI dalam pembelajaran—semua itu membutuhkan peran guru TIK yang mumpuni.

HGN tahun ini menjadi refleksi bahwa:

  • Transformasi digital sekolah tidak mungkin berjalan tanpa guru yang memiliki kompetensi informasi dan teknologi.
  • Kurikulum baru yang menempatkan Informatika sebagai mata pelajaran wajib membutuhkan dukungan guru berkualitas.
  • Sekolah harus memperkuat posisi guru TIK agar mereka tidak hanya menjadi operator, tetapi pendidik profesional yang dihargai.


TPG: Antara Harapan, Kepastian, dan Keberlanjutan

Salah satu topik penting di kalangan guru menjelang HGN dan HUT PGRI adalah Tunjangan Profesi Guru (TPG). TPG merupakan hak bagi guru yang telah lulus sertifikasi sebagai bentuk pengakuan profesionalitas. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pencairannya masih sering tidak merata dan tidak tepat waktu.

Sebagian guru sudah menerima TPG periode terbaru, termasuk Omjay, namun tidak sedikit yang masih menunggu tanpa kepastian. Ketika TPG terlambat cair, dampaknya tidak hanya pada kondisi ekonomi guru, tetapi juga pada kualitas pembelajaran. Guru yang resah secara finansial tidak mungkin optimal dalam mendidik.


Untuk memperbaiki hal ini, diperlukan:

  1. Sistem pencairan yang transparan dan terintegrasi, terutama di daerah terpencil.
  2. Sinkronisasi data guru, agar tidak lagi terjadi keterlambatan akibat perbedaan data pusat dan daerah.
  3. Evaluasi ulang beban kerja, karena banyak guru TIK masih tidak mendapat jam sesuai sertifikasi.

Dalam konteks teknologi, pemerintah perlu memaksimalkan sistem digital terpadu yang terstandar agar pencairan TPG tidak lagi bergantung pada proses manual.

1764805801_6930cca9d82cf.pngBencana Sumatera: Teknologi Penting, Tapi Kemanusiaan Guru Lebih Penting

Ketika bencana banjir dan longsor melanda Sumatera beberapa pekan terakhir, kita melihat pemandangan yang mengharukan: guru tetap hadir meski sekolah rusak dan murid-murid mengungsi. Banyak guru mengajar di tenda darurat, mendampingi anak-anak yang mengalami trauma, bahkan menggalang donasi agar pendidikan tidak terhenti.

Di sini kita belajar bahwa:

  • Teknologi dapat mempermudah pembelajaran, tetapi tidak bisa menggantikan empati guru.
  • Pembelajaran digital tetap membutuhkan sentuhan manusia, terutama saat anak-anak membutuhkan dukungan psikologis.
  • Guru tetap menjadi pilar masyarakat di masa krisis.

Karena itu, pemerintah dan organisasi profesi perlu memastikan bahwa guru yang terdampak bencana mendapat akses bantuan, fasilitas pembelajaran, serta dukungan emosional yang memadai.


Komentar Omjay: “Guru harus kuat, dan teknologi harus memperkuat guru.”


Dalam kesempatan wawancara untuk KOGTIK.com, Omjay memberikan pandangan strategis mengenai momentum besar tahun ini:

1. Peran Guru TIK“Di era AI, guru TIK adalah navigator teknologi. Tugas kita bukan hanya mengajar, tetapi membimbing sekolah agar memanfaatkan teknologi secara bijak, aman, dan produktif.”2. Soal TPG“TPG itu hak guru, bukan hadiah. Maka pencairannya harus tepat waktu dan merata. Guru yang tenang hidupnya akan lebih fokus mengikuti perkembangan teknologi dan meningkatkan kualitas pembelajaran.”3. Tentang Bencana Sumatera“Saat bencana terjadi, guru tetap berada di garis terdepan. Teknologi bantuannya penting, tapi hati guru lebih penting lagi. Kita harus memastikan guru-guru yang terdampak tetap mendapat dukungan penuh.”4. Harapan untuk PGRI dan Pemerintah“PGRI harus terus memperkuat perlindungan. Pemerintah harus mempercepat transformasi digital yang adil. Kita ingin semua sekolah, bukan hanya sekolah favorit, merasakan manfaat teknologi.”
Penutup: Momentum Menguatkan Guru Indonesia

HUT PGRI ke-80, HGN 2025, isu TPG, dan bencana Sumatera memberikan gambaran utuh tentang tantangan guru hari ini: mereka dituntut profesional di tengah ketidakpastian, dituntut digital di tengah keterbatasan, dan tetap diminta hati ketika masyarakat sedang berduka.

Melalui momentum ini, KOGTIK mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem pendidikan digital Indonesia. Karena pada akhirnya, transformasi digital tidak akan berhasil tanpa guru yang sejahtera, terlindungi, dan dihargai.


1764805853_6930ccdda44d3.jpg

Berita Unggulan
Rating & Komentar
0 rating
0.0
Berdasarkan 0 rating
5
0
4
0
3
0
2
0
1
0

Berikan Rating
Tambah Komentar
Semua Komentar
Belum ada komentar.