Jam Kerja Guru Perlu Ditata Ulang
Umum 02 December 2025
Jam Kerja Guru, Kebijakan yang Perlu Direfleksi Ulang: Suara Lapangan, Suara Keadilan Pembahasan mengenai jam kerja guru kembali memanas dalam beberapa pekan terakhir. Isu ini men...
Berita Terkini
-
Menulis Setiap Hari: Jalan Sunyi yang Menguatkan G...
05 Dec 2025 -
HGN 2025: Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Digit...
03 Dec 2025 -
Modul Koding dan Kecerdasan Artisial yang Banyak D...
03 Dec 2025 -
Koding dan Kecerdasan Artifisial: Peluang Besar da...
03 Dec 2025 -
Webinar Nasional dan HUT KOGTIK ke-10 yang Ramai
02 Dec 2025
Jam Kerja Guru Perlu Ditata Ulang
Jam Kerja Guru, Kebijakan yang Perlu Direfleksi Ulang: Suara Lapangan, Suara Keadilan
Pembahasan mengenai jam kerja guru kembali memanas dalam beberapa pekan terakhir. Isu ini mengemuka setelah Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyampaikan kritik tegas terkait ketidakadilan yang dialami guru di banyak sekolah. Menurutnya, guru sudah berangkat sejak subuh dan tiba di sekolah jauh lebih awal dibanding profesi lain, sehingga tidak tepat jika guru harus dipaksa bertahan hingga pukul 15.00 hanya demi memenuhi aturan formal. KDM menegaskan bahwa guru seharusnya bisa pulang sekitar pukul 13.30 ketika tugas inti pembelajaran telah selesai.
Banyak guru menyambut pernyataan tersebut sebagai suara pembelaan yang selama ini mereka tunggu. Guru bukan sekadar hadir secara fisik. Mereka hadir dengan beban administratif, beban moral, beban emosional, dan tuntutan profesional yang tidak ringan. Dalam satu hari, guru mengajar, membimbing, memetakan karakter siswa, mengelola kelas, menyusun administrasi pembelajaran, hingga menjalin komunikasi intensif dengan orang tua siswa. Semua itu tidak pernah terangkum dalam sekadar jumlah jam hadir.
Guru Tidak Bisa Disamakan dengan Pegawai Biasa
Tidak adil jika guru disamakan dengan pegawai yang hanya datang, absen, dan menghabiskan waktu dengan bermain HP. Tugas guru jauh lebih kompleks, menuntut energi mental dan kesiapan batin yang tetap terjaga. Mengajar bukan pekerjaan mekanis — ia adalah kombinasi antara seni, ilmu, dan pengabdian.
Setelah HUT PGRI ke-80 yang Meriah, Refleksi Menjadi Kebutuhan
Isu ini muncul bersamaan dengan euforia HUT PGRI ke-80 yang digelar dengan sangat meriah di BritAma Arena Kelapa Gading. Ribuan guru membanjiri arena, sebagian besar hadir dengan biaya mandiri, menunjukkan loyalitas dan cinta mendalam pada organisasi yang telah lama menaungi mereka.
Namun kemeriahan itu sekaligus menjadi alarm bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibereskan. Semangat kebersamaan harus dibarengi dengan pembenahan struktural, refleksi organisasi, serta konsistensi perjuangan.
Negara Berdasar Hukum, PGRI Pun Demikian
Dalam upaya mewujudkan aspirasi guru, refleksi tidak boleh hanya berhenti pada kritik. Harus ada langkah nyata. Negara berdiri di atas hukum, begitu pula PGRI sebagai organisasi profesi, ketenagakerjaan, dan perjuangan.
Karena itu:
AD/ART, PO, dan aturan organisasi lainnya wajib menjadi pegangan utama.
Marwah PGRI harus dirawat dengan menempatkan semua pihak pada posisi yang sesuai.
Pihak yang bukan bagian dari organisasi tidak boleh bermain dalam politik organisasi.
Hubungan PGRI dengan para pengelola kebijakan harus ditata dan diorkestrasi ulang agar efektif dan saling menghormati peran masing-masing.
Soliditas guru harus diwujudkan dalam implementasi nyata, bukan sekadar slogan.
Pesan Ketua Umum PB PGRI: PGRI Selalu Bersama Guru
Ketua Umum PB PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, menegaskan kembali komitmen PGRI untuk selalu hadir bersama guru Indonesia. Dalam berbagai kesempatan beliau menyampaikan pesan yang sangat kuat:
"Di mana ada guru, di situ ada PGRI. Dan PGRI akan selalu bersama guru Indonesia."
Ini bukan kalimat seremonial. Ini komitmen organisasi untuk selalu menjadi rumah perjuangan, rumah advokasi, dan rumah perlindungan bagi guru di seluruh pelosok negeri.
Komentar Sunarto: Pemerintah Peduli Guru, Tetapi PGRI Juga Harus Introspeksi
Di tengah perdebatan tentang kehadiran presiden dalam acara HUT PGRI ke-80, Sunarto memberikan pandangan yang patut dicermati dengan kepala dingin. Ia menyampaikan:
“Saya yakin presiden sangat memperhatikan guru. Buktinya beliau hadir bersama beberapa menterinya dalam acara Hari Guru Nasional yang diselenggarakan oleh Kemdikdasmen. Pembelaan presiden pada guru, peningkatan kesejahteraan guru, dan pemberian TPG yang semakin lancar sudah sangat membuktikan itu. Jadi antara guru dengan pemerintah tidak ada masalah.”
Sunarto melanjutkan dengan pertanyaan penting:
“Yang jadi pertanyaan, kenapa tidak hadir di HUT PGRI ke-80? Selain karena prioritas bencana, bukankah sudah sering presiden tidak hadir pada upacara HUT PGRI?”
Ia mengajak PGRI untuk melakukan introspeksi organisasi:
Apakah para pengurus benar-benar memiliki kapabilitas dan kompetensi sebagai sparing partner pemerintah dalam merumuskan kebijakan pendidikan?
Sejauh mana PGRI berperan membantu negara dalam pendidikan sehingga pemerintah merasa terbantu?
Sebenarnya yang kecewa atas ketidakhadiran presiden itu guru atau pengurus PGRI?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk melemahkan PGRI, tetapi sebagai ajakan untuk memperkuat posisi organisasi agar semakin disegani negara dan dipercaya guru.
Saatnya Kebijakan Memahami Realitas Lapangan
Perdebatan mengenai jam kerja guru semestinya menjadi momentum bagi pemerintah, dinas pendidikan, dan organisasi profesi untuk duduk bersama. Guru bekerja bukan berdasarkan hitungan menit absensi, melainkan kualitas interaksi dan efektivitas pembelajaran.
Jika guru sudah datang sejak subuh dan menjalankan tugasnya dengan baik, maka memaksa mereka bertahan tanpa tugas jelas hanyalah menciptakan kelelahan yang tidak produktif. Kebijakan pendidikan harus berbasis empati, realitas lapangan, dan penghargaan atas kompleksitas kerja guru.
Solidaritas Guru Harus Menjadi Gerakan Nyata
Solidaritas yang selama ini terasa kuat harus diimplementasikan dalam:
perjuangan yang lebih rapi dan terarah,
organisasi yang semakin profesional,
kebijakan yang berpihak pada guru, dan
hubungan yang harmonis antara PGRI dan pemerintah.
Jika semua pihak mau menata ulang peran dan memperkuat kolaborasi, maka masa depan guru Indonesia akan semakin cerah.
Salam sehat untuk semua guru Indonesia.
Teruslah menginspirasi, menjaga marwah profesi, dan melangkah bersama dalam solidaritas yang sejati.
Salam blogger persahabatan
Guru blogger indonesia